visitors

Flag Counter

Minggu, 17 November 2013

Kedaulatan Pangan Indonesia Mandiri


Qisti Fauziyah/Biologi
2013/351930/BI/9165

ESSAY : Kedaulatan Pangan Menuju Indonesia Mandiri
Sebuah jalan nyata mencapai sebuah kemerdekaan yang sering kali tak terlihat.
Swasembada pangan. Masalah ini entah secara sadar atau tidak merupakan permasalahan pelik klise serta kompleks yang dialami Indonesia sejak beberapa dekade lalu. Entah karena kepentingan siapa, permasalahan swasembada yang sering hampir terselesaikan lenyap begitu saja dan kembali ke titik 0 permasalan. Seperti membangun sebuah menara dari botol-botol plastik bekas, yang kemudian ada tangan jahil yang menyentuhnya secara sengaja yang menyebabkan menara yang sudah tinggal menunggu puncaknya terjatuh lagi. Bukan hanya satu atau dua tangan yang mengganggu tapi ada beberapa. Dan tangan-tangan tersebut bukanlah tangan kecil yang rapuh tapi tangan yang kekar, besar, dan penuh kepentingan. Entah sampai kapan hal ini terus berulang. Tapi yang dapat dipastikan, Indonesia tidak akan merdeka sepenuhnya sebelum terciptanya kemerdekaan swasembada pangan. Anak TK yang baru saja merasakan bangku pendidikan formal yang paling dasar pun mengetahui kalau makanan merupakan kebutuhan pokok manusia. Apabila kebutuhan pokok saja belum teratasi, bagaimana mau mengatasi permasalah-permasalan lainnya yang hari demi hari semakin tidak jelas terjadi di negara kita tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencapai swasembada pangan atas lima bahan pokok, seperti beras, daging sapi, kedelai, gula, dan jagung. Sebenarnya, permasalahan swasembada pangan ini dapat diatasi dengan dengan dukungan dari berbagai pihak. Menteri pertanian, Suswono sendiri menyebutkan bahwa Indonesia telah mampu mencapai swasembada beras tahun 2013 ini. Namun, kabar tersebut hanya berlaku untuk beras dan belum dapat terlaksana untuk kebutuhan pokok lainnya terutama kedelai. Beras pun masih dalam pemenuhan stok dalam negeri dan pengupayaan agar Indonesia tidak melakukan impor. Target swasembada yang berusaha keras sedang diupayakan adalah gula. Menteri Pertanian juga memandang lahan tebu masih kurang. Saat ini terdapat sekitar 460.000 hektar lahan, dan perlu ditambah sekitar 300.000 hektar. Selain itu, perlu dilakukan revitalisasi gula dan penambahan pabrik gula minimal 20 pabrik.
Tetapi sayangnya, kemajuan dalam menuju independenitas pangan di masa depan masih menuai kegagalan. Program swasembada pangan yang dicanangkan kementerian pertanian (Kementan) tahun 2014 dianggap politis. Kenyataannya anggaran yang disiapkan untuk memenuhi target tersebut minim. Menurut Viva anggaran kementerian pertanian sebesar 1,5% dari dana APBN sangat kecil. Seperti pendidikan, masalah pangan adalah masalah penting bagi kepentingan orang banyak. Tetapi pada praktiknya, upaya dalam penyelesaian masalah ini masih jauh dari kata tuntas. Entah kenapa, setiap akan menuai titik terang pasti ada lagi permasalahan lain yang timbul dan menyebabkan rusaknya sistem.
Mungkin, apa yang perlu kita perhatikan dan utamakan saat ini bukan siapa yang patut disalahkan, tetapi lebih ke bagaimana solusi yang harus kita lakukan. Mungkin juga, berbagai konflik yang ada saat ini tidak tertuntaskan bukan akibat dari ketidakmampuan Sumber Daya kita untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tapi bangsa kita lebih sibuk mencari siapa yang dipersalahkan, ataupun siapa yang perlu dijadikan kambing hitam. Selain itu, permainan politik di negeri kita masih lebih mengedepankan kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Hal-hal tersebut merupakan beberapa sumber pokok mengapa bangsa kita sulit sekali menghadapi permasalahan dan menyesaikannya secara tuntas.
Setidaknya dengan suatu permasalahan ditangani dengan baik, dalam hal ini masalah pangan Indonesia dapat menjadi suatu negara yang mampu menopang kehidupannya di atas kedua kakinya sendiri. Tanpa bergantung kepada orang lain. Kemandirian tersebut mempunya fungsi lain juga agar kita, bangsa Indonesia tidak dipermainkan asing dalam perekonomian dunia. Kemerdekaan pangan, kemerdekaan bangsa.

Daftar Pustaka