visitors

Flag Counter

Rabu, 16 Oktober 2013

Resensi Saatnya Dunia Berubah

Saatnya Dunia Berubah : Praktik Biopiracy yang Merugikan Negara Berkembang




Judul Buku                  : Saatnya Dunia Berubah 
Penerbit                      : Sulaksana Watinsa Indonesia 
Penulis                        : Siti Fadilah Supari 
Jumlah halaman           : 182 Halaman 
Tahun terbit                 : 2007

Saatnya Dunia Berubah merupakan sebuah buku yang fenomenal. Bertemakan sebuah hal yang merupakan hal yang sangat booming di tahun-tahun ini, yaitu biopiracy. Biopiray sendiri merupakan suatu kejahatan berupa pencurian sumber daya genetika oleh pihak asing. Di dalam buku ini, dijelaskan adanya sebuah konspirasi terselubung antara pihak-pihak asing dengan berbagai lembaga bertaraf dunia. Suatu bentuk konspirasi yang menjadikan virus flu burung (H5N1) atau avian influenza sebagai tokoh utamanya.

Di dalam buku ini terlihat sekali ekspresi geram Ibu Siti Fadlah Supari terhadap pihak-pihak asing terutama AS dan juga lembaga kesehatan dunia WHO. Beliau merasakan adanya praktek biopiracy pada kasus ini. Dan hal tersebut mempunyai efek negatif yang sangat besar bagi negara-negara berkembang. Hal ini diakibatkan, menurut ibu Siti, karena virus flu burung ini dijadikan sebuah bisnis menjanjikan di negara-negara maju.

Berikut ini merupakan salah satu kutipan dari dalam bukunya :
“Sangat di luar dugaan banyak orang, ternyata WHO CC (colaborating center) di luar sepengetahuan Indonesia memberikan sampel virus flu burung strain Indonesia pada beberapa perusahaan di negara maju.”
“Oleh perusahaan-perusahaan tersebut, sampel virus dikembangkan menjadi vaksin dan kemudian dijual secara komersial dengan harga yang sangat mahal kepada negara-negara miskin dan berkembang.”

Buku non fiksi ini merupakan sebuah buku yang sangat berani. Sebuah buku yang membuka mata kita terhadap kejamnya dunia. Berbagai kerjasama terselubung untuk memperoleh keuntungan sepihak tanpa memikirkan moral dan kepentingan pihak lain. Sebuah buku yang tentunya sangat jarang dapat kita temukan begitu saja di pasaran. 

Dengan penulisan yang langsung ke topik permasalah tanpa ada yang ditutup-tutupi, menjadikan buku ini penuh dengan fakta. Fakta tentang apa yang terjadi sebenarnya menurut sudut pandang seorang Siti Fadilah Supari. Buku ini mengajak kita, masyarakat, untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di sistem dunia saat ini.


Adanya dugaan bahwa virus flu burung akan dijadikan sebuah produk mahal dan menguntungkan bagi negara maju, dan bahkan bisa jadi digunakan sebagai sebuah senjata biologi. Apa yang tidak adil disini menurut ibu siti adalah, tentang bagaimana biopiracy itu terjadi. Virus flu burung yang tersebar di negara-negara berkembang (terutama Asia Tenggara : Indonesia dan Vietnam) mengirimkan sampel-sampel virus kepada WHO tapi justru pihak WHO mengimkan sampel-sampel tersebut ke perusahaan-perusahaan asing untuk diproduksi menjadi sebuah vaksin skala besar dan nantinya akan dijual kembali. Dan hal ini dilakukan tanpa ada tranparansi yang jelas dan justru terkesan tertutup. Indonesia merupakan salah satu Negara yang tergabung dalam jaringan WHO (World Health Organization). Lebih khusus dalam penanganan beberapa kasus, misalnya kasus flu burung yang terjadi di beerapa negara berkembang akhir-akhir ini. Sebagai contoh kasus di Vietnam, terdapat peraturan dimana Negara pandemik wajib mengirimkan seluruh sampel virus yang ada untuk diproses lebih lanjut oleh WHO Collaborating Center (WHO CC). 
Hal ini adalah bagian dari peraturan yang telah berlaku sejak 50 tahun yang lalu, yakni mekanisme Global Influenza Surveillance Network yang pada intinya menyatakan setiap Negara yang bergabung dan menjadi korban dari virus pandemik (termasuk Negara berkembang), secara tunduk wajib untuk menyerahkan sampel virus tanpa syarat kepada WHO CC dengan tindak lanjut analisis sampel, pengambilan kebijakan penanganan, dan pemberian penanganan sementara menggunakan vaksin yang sudah dikembangkan sebelumnya. Tapi pada kenyataannya sample-sample virus ini dijadikan ajang bisnis negara-negara maju. Hal inilah yang semakin menguatkan dugaan adanya praktik biopiracy dan politik disini. Mekanisme yang berlaku seolah tidak memberikan kesempatan dan kesetaraan antara Negara maju dan  Negara berkembang dalam hal mengembangkan penanganan kesehatan. Selain itu, ternyata Indonesia menjadi salah satu pihak yang dirugikan dengan adanya birokrasi tersebut.

Resensi Nasional.Is.Me

Nasional.Is.Me : Sebuah Inspirasi Nyata Kenapa Kita Harus Cinta Dengan Indonesia

 
 

Judul Buku                  : Nasional.Is.Me 
Penerbit                      : Bentang Pustaka 
Penulis                        : Pandji Pragiwaksono 
Jumlah halaman           : 233 Halaman
 Tahun terbit                : 2011


Buku ajaib ini diawali dengan sebuah pernyataan menggugah hati :
“Elo kenal gue
Pandji Pragiwaksono Wongsoyudo
 Elo tau pesan gue
Provocative Proactive(yang juga merupakan acaranya di Hard Rock FM Bandung)
Elo tau tumpah darah gue
Indonesia.”

Pandji Pragiwaksono. Mungkin sebagian besar dari kita mengenal sosok ini sebagai seorang public figure dan seorang pembawa acara yang sering malang melintang di layar kaca. Buku Nasional.is.me merupakan buah tangannya tentang apa itu nasionalisme versi Pandji. Buku ini menceritakan tentang betapa banyaknya orang yang mengaku ber-KTP Indonesia tapi merasa Indonesia bukan tempat yang terbaik. Mengaku orang Indonesia tapi selalu meremehkan negara sendiri.

Pandji menceritakan kisah hidupnya di buku ini. Terlahir di Singapura. TK dan SD dia habiskan di sebuah sekolah swasta elite. Masuk ke SMP Negeri dan baru mengenal arti kemiskinan di sana. Seorang muslim tapi entah takdir atau apa dia menjadi seorang siswa sebuah SMA Katholik yang justru menjadikannya seorang pribadi yang menghargai perbedaan. Hingga ada satu quote singkat yang menjadi pegangan hidupnya tentang Indonesia: “Bahwa yang benar adalah bukan dijadikan SATU tapi dijadikan BERSATU.” Perbedaan perlu diperjelas agar kita tau apa itu perbedaan, menyikapinya dan menjadikannya bersatu. Menghabiskan umur-umur perkuliahan di Fakultas Seni Rupa dan Design Institut Teknologi Bandung pada masa reformasi menjadikannya salah seorang aktivis yang berusaha keras menciptakan perdamaian di Bandung-kota yang sekarang sangat dicintainya-, setelah merasa tidak mampu untuk menghentikan segala kekerasan dan kesadisan yang terjadi di ibukota pada masa itu.

           Di dalam buku ini Pandji secara bertahap membawa pembaca ke dalam sebuah alur yang ia ciptakan. Sebuah alur yang memaksa pembaca untuk mau masuk ke dalam pikiran-pikirannya, apa yang dia inginkan, dan apa yang ingin dia sampaikan kepada kita. Tentang optimismenya kepada negara ini disaat hampir seluruh mayoritas rakyat negeri ini menyampaikan rasa pesimisnya kepada Indonesia. Kesempatan yang dimilikinya untuk mengelilingi Indonesia dan menyerap hikmah yang ada di dalamnya pun menjadikannya semakin mencintai bangsanya sendiri.
Berikut ini merupakan beberapa cuplikan pikirannya :

               “DON’T COMPARE INDONESIA TO OTHERS! IT’S NOT FAIR IT’S NOT AN APPLE TO APPLE COMPARISON.” merupakan apa yang dipikirkannya ketika banyak orang yang membandingkan Indonesia dengan Jepang, memikirkan kenapa orang-orang mempertanyakan kenapa Jepang bisa semaju sekarang sedangkan Indonesia begini-begini saja. Padahal dua negara ini terpuruk di waktu yang bersamaan pada tahun 1945. Panji merasa hal ini absolutely not fair. Membandingkan Jepang yang sebelum terpuruk sudah maju dan Indonesia yang selama itu masih terjajah, sangat tidak adil menurut dia.

              “THE PROBLEM IN OUR COUNTRY IS, WE DO NOT THINK AS ONE.WE ARE TOO MUCH APART. THAT IS THE FACT. Thank God we are united in the same language.”

                 “WHAT WE DO, WILL EFFECT OTHERS. Walaupun gue akui, sesuatu yang baik tidak akan tersebar secepat sesuatu yang buruk. Itulah mengapa, kita harus sama-sama kerja keras. Evil is controling time, we should not let ourselves be controled by time. WE CONTROL OUR TIME.”

            “Intinya adalah, apa yang kita tahu, akan jadi sekumpulan data yang membantu kita dalam mengambil keputusan dan pada akhirnya, keputusan kita akan menguak jalan hidup kita.
Artinya, apa yang kita tahu, atau dengan kata lain, wawasan, sangat sangat penting.
Karena itu, kita seharusnya—seperti juga diperintahkan agama—terus belajar.”

                   “Tepatnya, mengapa saya memutuskan untuk melakukan ini. Wawasan saya yang mendasari keputusan itu, adalah isi dari buku ini. Harapan saya, setelah membaca buku ini, Anda memiliki wawasan yang sama dengan saya mengenai Indonesia. Dengan itu, semoga Anda akan mengambil keputusan yang sama dengan saya. Yaitu melakukan sesuatu, mengambil tindakan, berkarya, untuk Indonesia, sebagai buah dari optimisme terhadap Indonesia.”

Dengan gaya bahasa santai, sedikit slengekan, dan menjiwai gaya bahasa anak muda, buku ini mampu untuk menjadi salah satu bacaan sarat makna bagi para generasi muda bangsa. Kemasannya yang unik dan tidak membosankan, pembaca, terutama anak-anak muda mampu memahami dan mengapresiasi apa makna yang terkandung di dalam buku ini, serta memupuk jiwa nasionalisme yang selama ini mulai luntur dari jantung-jantung penduduk bumi Indonesia. Buku ini menyadarkan kita bahwa Negara ini memang patut dan wajib untuk kita cintai. Jangan serta merta menerima suguhan media lokal yang justru lebih mengekspos efek dan citra negatif bangsa sendiri.

Meskipun terkadang gaya penulisan masih terkesan semaunya dan apa adanya, tapi justru itu yang menjadi daya tarik dari buku ini. Jadi, ada kesan simpel dan seperti membaca buku harian seseorang yang jujur, ringan tapi full amanat.
Tidak hanya penuh ilmu, tapi buku ini juga penuh inspirasi. Meskipun Pandji bersumpah dia pengen mendirikan sebuah yayasan pendidikan, tapi saat ini Panji ingin fokus kepada satu badan yang dinaunginya. C3, Community for Childern with Cancer merupakan yayasan yang bergerak untuk membantu anak anak penderita kanker yang datang dari keluarga tidak mampu (C3 ini juga  dibahas secara gamblang di buku). Bantuan versi pemerintah tentunya adalah Askeskin. Tapi siapapun tahu itu tidak cukup. Apalagi askeskin tidak sampai memikirkan terapi psiko sosial yang dibutuhkan oleh anak anak kecil. C3 sudah hadir di Indonesia dari tahun 2006, sampai sekarang usaha ini tidak surut. Selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anak penderita kanker agar beban penderitaa mereka tidak terlalu berat. Bukan hanya itu, dia juga menciptakan sebuah komunitas yang dia beri nama Indonesiaunited dan masih banyak lagi komunitas-komunitas perjuangan lainnya.

Menurutnya, hanya ada 2 jenis anak muda di dunia
Mereka yang menuntut perubahan
Mereka yang menciptakan perubahan

Silakan pilih perjuanganmu.