visitors

Flag Counter

Rabu, 16 Oktober 2013

Resensi Nasional.Is.Me

Nasional.Is.Me : Sebuah Inspirasi Nyata Kenapa Kita Harus Cinta Dengan Indonesia

 
 

Judul Buku                  : Nasional.Is.Me 
Penerbit                      : Bentang Pustaka 
Penulis                        : Pandji Pragiwaksono 
Jumlah halaman           : 233 Halaman
 Tahun terbit                : 2011


Buku ajaib ini diawali dengan sebuah pernyataan menggugah hati :
“Elo kenal gue
Pandji Pragiwaksono Wongsoyudo
 Elo tau pesan gue
Provocative Proactive(yang juga merupakan acaranya di Hard Rock FM Bandung)
Elo tau tumpah darah gue
Indonesia.”

Pandji Pragiwaksono. Mungkin sebagian besar dari kita mengenal sosok ini sebagai seorang public figure dan seorang pembawa acara yang sering malang melintang di layar kaca. Buku Nasional.is.me merupakan buah tangannya tentang apa itu nasionalisme versi Pandji. Buku ini menceritakan tentang betapa banyaknya orang yang mengaku ber-KTP Indonesia tapi merasa Indonesia bukan tempat yang terbaik. Mengaku orang Indonesia tapi selalu meremehkan negara sendiri.

Pandji menceritakan kisah hidupnya di buku ini. Terlahir di Singapura. TK dan SD dia habiskan di sebuah sekolah swasta elite. Masuk ke SMP Negeri dan baru mengenal arti kemiskinan di sana. Seorang muslim tapi entah takdir atau apa dia menjadi seorang siswa sebuah SMA Katholik yang justru menjadikannya seorang pribadi yang menghargai perbedaan. Hingga ada satu quote singkat yang menjadi pegangan hidupnya tentang Indonesia: “Bahwa yang benar adalah bukan dijadikan SATU tapi dijadikan BERSATU.” Perbedaan perlu diperjelas agar kita tau apa itu perbedaan, menyikapinya dan menjadikannya bersatu. Menghabiskan umur-umur perkuliahan di Fakultas Seni Rupa dan Design Institut Teknologi Bandung pada masa reformasi menjadikannya salah seorang aktivis yang berusaha keras menciptakan perdamaian di Bandung-kota yang sekarang sangat dicintainya-, setelah merasa tidak mampu untuk menghentikan segala kekerasan dan kesadisan yang terjadi di ibukota pada masa itu.

           Di dalam buku ini Pandji secara bertahap membawa pembaca ke dalam sebuah alur yang ia ciptakan. Sebuah alur yang memaksa pembaca untuk mau masuk ke dalam pikiran-pikirannya, apa yang dia inginkan, dan apa yang ingin dia sampaikan kepada kita. Tentang optimismenya kepada negara ini disaat hampir seluruh mayoritas rakyat negeri ini menyampaikan rasa pesimisnya kepada Indonesia. Kesempatan yang dimilikinya untuk mengelilingi Indonesia dan menyerap hikmah yang ada di dalamnya pun menjadikannya semakin mencintai bangsanya sendiri.
Berikut ini merupakan beberapa cuplikan pikirannya :

               “DON’T COMPARE INDONESIA TO OTHERS! IT’S NOT FAIR IT’S NOT AN APPLE TO APPLE COMPARISON.” merupakan apa yang dipikirkannya ketika banyak orang yang membandingkan Indonesia dengan Jepang, memikirkan kenapa orang-orang mempertanyakan kenapa Jepang bisa semaju sekarang sedangkan Indonesia begini-begini saja. Padahal dua negara ini terpuruk di waktu yang bersamaan pada tahun 1945. Panji merasa hal ini absolutely not fair. Membandingkan Jepang yang sebelum terpuruk sudah maju dan Indonesia yang selama itu masih terjajah, sangat tidak adil menurut dia.

              “THE PROBLEM IN OUR COUNTRY IS, WE DO NOT THINK AS ONE.WE ARE TOO MUCH APART. THAT IS THE FACT. Thank God we are united in the same language.”

                 “WHAT WE DO, WILL EFFECT OTHERS. Walaupun gue akui, sesuatu yang baik tidak akan tersebar secepat sesuatu yang buruk. Itulah mengapa, kita harus sama-sama kerja keras. Evil is controling time, we should not let ourselves be controled by time. WE CONTROL OUR TIME.”

            “Intinya adalah, apa yang kita tahu, akan jadi sekumpulan data yang membantu kita dalam mengambil keputusan dan pada akhirnya, keputusan kita akan menguak jalan hidup kita.
Artinya, apa yang kita tahu, atau dengan kata lain, wawasan, sangat sangat penting.
Karena itu, kita seharusnya—seperti juga diperintahkan agama—terus belajar.”

                   “Tepatnya, mengapa saya memutuskan untuk melakukan ini. Wawasan saya yang mendasari keputusan itu, adalah isi dari buku ini. Harapan saya, setelah membaca buku ini, Anda memiliki wawasan yang sama dengan saya mengenai Indonesia. Dengan itu, semoga Anda akan mengambil keputusan yang sama dengan saya. Yaitu melakukan sesuatu, mengambil tindakan, berkarya, untuk Indonesia, sebagai buah dari optimisme terhadap Indonesia.”

Dengan gaya bahasa santai, sedikit slengekan, dan menjiwai gaya bahasa anak muda, buku ini mampu untuk menjadi salah satu bacaan sarat makna bagi para generasi muda bangsa. Kemasannya yang unik dan tidak membosankan, pembaca, terutama anak-anak muda mampu memahami dan mengapresiasi apa makna yang terkandung di dalam buku ini, serta memupuk jiwa nasionalisme yang selama ini mulai luntur dari jantung-jantung penduduk bumi Indonesia. Buku ini menyadarkan kita bahwa Negara ini memang patut dan wajib untuk kita cintai. Jangan serta merta menerima suguhan media lokal yang justru lebih mengekspos efek dan citra negatif bangsa sendiri.

Meskipun terkadang gaya penulisan masih terkesan semaunya dan apa adanya, tapi justru itu yang menjadi daya tarik dari buku ini. Jadi, ada kesan simpel dan seperti membaca buku harian seseorang yang jujur, ringan tapi full amanat.
Tidak hanya penuh ilmu, tapi buku ini juga penuh inspirasi. Meskipun Pandji bersumpah dia pengen mendirikan sebuah yayasan pendidikan, tapi saat ini Panji ingin fokus kepada satu badan yang dinaunginya. C3, Community for Childern with Cancer merupakan yayasan yang bergerak untuk membantu anak anak penderita kanker yang datang dari keluarga tidak mampu (C3 ini juga  dibahas secara gamblang di buku). Bantuan versi pemerintah tentunya adalah Askeskin. Tapi siapapun tahu itu tidak cukup. Apalagi askeskin tidak sampai memikirkan terapi psiko sosial yang dibutuhkan oleh anak anak kecil. C3 sudah hadir di Indonesia dari tahun 2006, sampai sekarang usaha ini tidak surut. Selalu memberikan yang terbaik bagi anak-anak penderita kanker agar beban penderitaa mereka tidak terlalu berat. Bukan hanya itu, dia juga menciptakan sebuah komunitas yang dia beri nama Indonesiaunited dan masih banyak lagi komunitas-komunitas perjuangan lainnya.

Menurutnya, hanya ada 2 jenis anak muda di dunia
Mereka yang menuntut perubahan
Mereka yang menciptakan perubahan

Silakan pilih perjuanganmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar