Qisti
Fauziyah/Biologi
2013/351930/BI/9165
ESSAY
: Kedaulatan Pangan Menuju Indonesia Mandiri
Sebuah
jalan nyata mencapai sebuah kemerdekaan yang sering kali tak terlihat.
Swasembada
pangan. Masalah ini entah secara sadar atau tidak merupakan permasalahan pelik
klise serta kompleks yang dialami Indonesia sejak beberapa dekade lalu. Entah
karena kepentingan siapa, permasalahan swasembada yang sering hampir
terselesaikan lenyap begitu saja dan kembali ke titik 0 permasalan. Seperti
membangun sebuah menara dari botol-botol plastik bekas, yang kemudian ada
tangan jahil yang menyentuhnya secara sengaja yang menyebabkan menara yang
sudah tinggal menunggu puncaknya terjatuh lagi. Bukan hanya satu atau dua
tangan yang mengganggu tapi ada beberapa. Dan tangan-tangan tersebut bukanlah
tangan kecil yang rapuh tapi tangan yang kekar, besar, dan penuh kepentingan.
Entah sampai kapan hal ini terus berulang. Tapi yang dapat dipastikan,
Indonesia tidak akan merdeka sepenuhnya sebelum terciptanya kemerdekaan
swasembada pangan. Anak TK yang baru saja merasakan bangku pendidikan formal
yang paling dasar pun mengetahui kalau makanan merupakan kebutuhan pokok
manusia. Apabila kebutuhan pokok saja belum teratasi, bagaimana mau mengatasi
permasalah-permasalan lainnya yang hari demi hari semakin tidak jelas terjadi
di negara kita tercinta ini.
Pemerintah berupaya mencapai swasembada pangan atas lima
bahan pokok, seperti beras, daging sapi, kedelai, gula, dan jagung. Sebenarnya,
permasalahan swasembada pangan ini dapat diatasi dengan dengan dukungan dari
berbagai pihak. Menteri pertanian, Suswono sendiri menyebutkan bahwa Indonesia
telah mampu mencapai swasembada beras tahun 2013 ini. Namun, kabar tersebut
hanya berlaku untuk beras dan belum dapat terlaksana untuk kebutuhan pokok
lainnya terutama kedelai. Beras pun masih dalam pemenuhan stok dalam negeri dan
pengupayaan agar Indonesia tidak melakukan impor. Target swasembada yang
berusaha keras sedang diupayakan adalah gula. Menteri Pertanian juga memandang
lahan tebu masih kurang. Saat ini terdapat sekitar 460.000 hektar lahan, dan
perlu ditambah sekitar 300.000 hektar. Selain itu, perlu dilakukan revitalisasi
gula dan penambahan pabrik gula minimal 20 pabrik.
Tetapi sayangnya, kemajuan dalam menuju independenitas pangan
di masa depan masih menuai kegagalan. Program
swasembada pangan yang dicanangkan kementerian pertanian (Kementan) tahun 2014
dianggap politis. Kenyataannya anggaran yang disiapkan untuk memenuhi target
tersebut minim. Menurut Viva anggaran kementerian pertanian sebesar 1,5% dari
dana APBN sangat kecil. Seperti pendidikan, masalah pangan adalah masalah
penting bagi kepentingan orang banyak. Tetapi pada praktiknya, upaya dalam
penyelesaian masalah ini masih jauh dari kata tuntas. Entah kenapa, setiap akan
menuai titik terang pasti ada lagi permasalahan lain yang timbul dan
menyebabkan rusaknya sistem.
Mungkin, apa yang perlu kita perhatikan dan
utamakan saat ini bukan siapa yang patut disalahkan, tetapi lebih ke bagaimana
solusi yang harus kita lakukan. Mungkin juga, berbagai konflik yang ada saat
ini tidak tertuntaskan bukan akibat dari ketidakmampuan Sumber Daya kita untuk
menyelesaikan masalah tersebut. Tapi bangsa kita lebih sibuk mencari siapa yang
dipersalahkan, ataupun siapa yang perlu dijadikan kambing hitam. Selain itu,
permainan politik di negeri kita masih lebih mengedepankan kepentingan pribadi
atau kelompok tertentu. Hal-hal tersebut merupakan beberapa sumber pokok
mengapa bangsa kita sulit sekali menghadapi permasalahan dan menyesaikannya
secara tuntas.
Setidaknya dengan suatu permasalahan ditangani
dengan baik, dalam hal ini masalah pangan Indonesia dapat menjadi suatu negara
yang mampu menopang kehidupannya di atas kedua kakinya sendiri. Tanpa
bergantung kepada orang lain. Kemandirian tersebut mempunya fungsi lain juga
agar kita, bangsa Indonesia tidak dipermainkan asing dalam perekonomian dunia.
Kemerdekaan pangan, kemerdekaan bangsa.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar